Senin, 07 Mei 2018

Speak Up Princess!

Sebelumnya setiap mau nanya gue keringet dingin. Tangan gue dingin semua. Mules. Pengen kabur. Padahal baru ‘mau’ baru niat. Tapi lama kelamaan gue merasa kesulitan dengan diam. Diam gue ini cuma membuat gue berputar di dalam spekulasi gue sendiri yang tentunya tidak menyelesaikan masalah. Kemudian membuat posisi gue menjadi abstain atau idem aja sama kayak yang lain karena gue gak berani memerdekakan ide gue sendiri.

Masalah bicara itu perkara gede buat gue. Perkara malu. Perkara ‘ngapain ngomong itu mah bisa kali lo overcome sendiri’ lalu gue akan lebih banyak diam dan gak usah ngomong, walaupun sebenernya ada bahkan banyak yang mengganjal. Simpan pertanyaan, gue tanyain ke temen-temen yang gue anggap mumpuni.

Kemudian gue percaya bawa bicara itu adalah skill. Bisa bicara dengan bebas dan lantang adalah anugerah yang harus dimanfaatkan. Gue kagum sama orang-orang di sekitar gue yang berani banget buat nanya, buat ngomong. Kayak yang percaya diri banget gitu buat nanya, buat bicara padahal itu konferensi tingkat regional. Besar. Kenapa mereka bisa seberani itu?

Gue tanya ke temen gue, sahabat gue, cewek. Gue tanya tips dia kenapa bisa berani ngomong
“Aku juga deg-degan kali. Tapi pas udah ngomong sih enggak. Beraniin aja, paksa. Bisa kok”

Kalau sahabat gue yang cowok:
“Ini mah problemnya sama kaya thesis gue Man” iya ini sahabat gue yang cowok ini udah melanglangbuana kemana-mana, udah gada space kosong buat takut in his self.

Dari keberanian mereka bicara, mereka akhirnya bisa kemana-mana. Bisa ke benua macem-macem. Bukan buat liburan, kalau liburan semua orang juga bisa kemana-mana, tapi buat alasan studi dan undangan konferensi. Secara sederhana yang gue pelajari dari mereka, mereka berani bicara. 
Memerdekakan ide mereka gak usah peduli orang bilang apa. Toh penonton cuma diem, dengerin kita ngomong, paling jeleknya ngomongin di belakang. You are better then them yang diem-diem aja tapi ngedumel kalau kita lagi berpendapat.

Sebagus apapun ide 
kalau gak diomongin
cuma jadi wacana

Gue belajar menyampaikan pendapat. Gue belajar menaklukan rasa takut gue di depan khalayak umum, berdiri dan megang mik. Iya, tangan gue dingin. Benget. Suara gue sering bergetar. Tapi suara gue ini hadiah besar dari Allah.

Gue terbiasa angkat tangan buat nanya. Gue terbiasa aktif di setiap diskusi kelompok. Gue mamaksa diri gue buat berani ngomong sama orang asing. Sampai-sampai beberapa orang ga nerima pertanyaan gue kalau lagi dikusi di kelas HEHE. Di event kampus juga gue belajar buat bicara, awalnya gue tidak mementingkan konten, toh yang gue inginkan waktu itu adalah belajar berani bicara dan memanfaatkan kondisi yang full audience sebagai tantangannya. Tapi lama-lama kelamaan, ketika gue terbiasa dikelilingi audience, gue mulai memperhitungkan konten.

Perubahan besar terjadi setelah gue selesai kuliah. Beban pikiran gue gak berat, lo tau kenapa? Karena gue tidak menahan ide gue untuk tidak gue keluarkan. Jangan anggap ide kamu gak penting, kamu penting, ide kamu itu berharga. 



Speak up princess! 
Let them hear you voice!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar