Minggu, 11 Juni 2017

TOLERANSY - Eps.2

TOLERANSY
Cerpen Bersambung Ramadhan
Eps. 2

From: Rania Syfira

Aku suka bagaimana cara Tuhan memperkenalkanku pada segelintir orang, dengan cara-Nya yang khas. Termasuk caraku mengenal mereka dan dia.

Oh hai! Gue Rania Syfira. Ada kendala terkait nama. Kebetulan ada dua ‘Rania’ di kelas. Rasanya sih memang sulit kalau setiap kali guru menyebut nama Rania, kami berdua selalu menanggapinya bersama.

“Rania, nomor 14 bisa tolong bantu saya jawab dan tulis di papan tulis? Pake logaritma aja ya”
“Gak bisa bu”
Engg...yha, Rania satu dan Rania dua sama-sama menyerah perihal matematika.
“Oh Rania Syfira ya, Bu?” timpal Rania dua cepat. Ya, ini cara yang ampuh agar si guru bilang iya dan selanjutnya gue menjadi korban.
“Iya deh boleh Rania yang itu aja, yang suka main hp kalau pelajaran saya” jawab si guru. 
Faktanya, Rania dua yang sering mengabaikan Bu Fitri setiap kali ia mengajar, kemudian teralihkan dengan ponsel yang ia sembunyikan di bawah meja atau di balik bukunya, seakan sedang membaca. Pheww. Dasar bunglon.

Karna kejadian semacam itu terlalu sering terjadi dan sayangnya gue tidak begitu pandai melindungi diri gue sendiri, akhirnya seluruh teman kelas gue memutuskan memanggil gue Ransy. Tujuannya adalah agar gue berhenti menjadi tumbal tiap kali guru manggil nama Rania. Ransy alias Rania Syfira. Berkat nama itu – yang entah mengapa menjadi familiar –  kehidupan gue di kelas banyak terselamatkan. Dadah bunglon.

Semenjak Ayah memutuskan pindah ke tempat ini, ke kota ini, sejak awal Ayah sudah memaksa gue untuk terus beradaptasi dengan cepat. Satu hal yang sedikit sulit dilakukan adalah terkait dengan kebiasaan banyak orang di sini yang sering kali membicarakan dan mengurusi hal-hal yang tidak perlu. Mudahnya, membicarakan dan mengurusi hidup orang lain. Iya, kebiasaan itu sangat mengejutkan. Menghabiskan waktu cukup lama tidak tinggal di Indonesia membuat gue tidak terbiasa dengan rutinitas membicarakan kehidupan orang lain. Gue sudah cukup kalut dengan kehidupan gue sendiri dan membicarakan orang lain hanya akan membuat langkah gue sia-sia. Sekolah tidak murah dan tujuannya bukan untuk membentuk pola pikir yang rendah dan tidak bermanfaat.

Lalu mau bagaimana lagi? Lingkungan memaksa untuk terus melakukan adaptasi. Im still on my track. Dan gue sedikit kagum karna gue masih bisa bertahan dengan lingkungan semacam itu, karna gue cuma punya 2 pilihan utama dan 1 pilihan optional; Bertahan atau ditendang atau menendang balik?

Dari Ransy untuk dirinya sendiri - Toleransy Eps. 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar