Jumat, 16 Juni 2017

TOLERANSY - Eps. 6

TOLERANSY
Cerpen Bersambung Ramadhan
Eps. 6

Saya tau Ransy bawel, usianya yang semestinya patut disebut dewasa belum tergambar sempurna pada pribadinya. Ransy sangat liberal, ia terbuka atas semua pendapat dan situasi. Kadang, hal itu yang membuatnya kebingungan mencari prinsip atas dirinya sendiri. Satu hal yang selalu konsisten dalam hidupnya, menikmati jasmine tea di sore hari dengan atau tanpa saya.

Kemarin saya sudah mengantar Ransy ke pertunangan Dendy. Kemarin Dendy terlihat bahagia. Bahagianya itu yang membuatnya terlihat cantik. Bukan cantik karna bahagia. Naas, di sampingnya sudah berdiri Fian yang sebentar lagi resmi meminangnya.

Hari ini saya harus mengantar Ransy, lagi. Entah saya lebih pantas disebut teman atau supir. Rencananya hari ini Ransy dan beberapa teman kelasnya berencana mengadakan pengajian di salah satu panti asuhan, sekalian berbagi rezeki katanya.

Manusia memang ditakdirkan untuk membantu manusia lainnya. Ia hadir bukan semerta-merta mengisi dunia dan membuat kekacauan, manusia satu dan manusia lainnya harus saling memberi manfaat. Hari ini saya membantu Ransy, bukan karna pemintaan Ransy sebagai teman dekat saya, tapi karna saya manusia.

“Hai, good afternoon. Makasih yah udah mau anter gue”

“Sejak kapan kamu jadi sopan begini?”

“Oh ya Le, kalau gue bikin lu risi, lu bisa kok jauh-jauh dari gue” pinta gue dengan acuh. Jujur saja tidak terlalu peduli tentang bagaimana jawaban Tole. 

“Kalaupun iya, pasti saya gak akan bertahan di samping kamu kayak sekarang” jelas Tole. Sudah sejauh ini, Ransy baru mengatakan itu. Kemana saja ia selama ini?

“Iya juga sih, ah lagian udah tau gue pasti jawaban lu begitu. Yuk berangkat” Ransy langsung menarik sabuk pengaman dan mengenakannya.

Lampu merah yang menyala membuat mobil berhenti untuk beberapa menit. Seperti biasa di sekitar lampu merah pasti ada peminta-minta, yang secara fisik terlihat sanggup untuk bekerja dan bukan mengemis.

“Eh! Mau ngapain?” sambar Ransy saat saya membuka jendela.

“Mau ngasih ini” saya mengangkat selembar uang ke depan wajah Ransy.

“Jangan! Mereka pake uang kamu buat beli lem. Lem yang mereka alih fungsikan buat jadi semacam narkoba. Kamu emang gak liat diberita?”
Alasan panjang Ransy itu membuat anak laki-laki sekitar 10 tahun beralih pada mobil di belakang.

“Niatnya kan memberi. Mau dipake buat apa, yang penting niat kita ngasih supaya mereka bisa bertahan hidup. Buat makan. Buat sekolah. Ada jaminan kalau praduga kamu itu benar?” balas saya.

"ckckck, pikiran anak idealis suka begini nih. Get real dong, Tole. That’s your choice”

Gue mengerti setiap kepala berisi opini yang beragam. Bahkan hanya untuk sekedar memberi pun, alasannya macam-macam. Gue menghargai alasan Tole dan gue gak berhak menghakimi atas pilihan Tole untuk memberi. Hidup memang tentang mengerti dan memahami. Ah, tak habis pikir jika dunia hanya berisi tentang memenangkan satu pikiran. Dunia tidak seegois itu, tapi kadang dunia memang semengerikan itu. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar