TOLERANSY
Cerpen Bersambung
Ramadhan
Eps. 6
Saya tau Ransy bawel, usianya
yang semestinya patut disebut dewasa belum tergambar sempurna pada pribadinya.
Ransy sangat liberal, ia terbuka atas semua pendapat dan situasi. Kadang, hal
itu yang membuatnya kebingungan mencari prinsip atas dirinya sendiri. Satu hal
yang selalu konsisten dalam hidupnya, menikmati jasmine tea di sore hari dengan
atau tanpa saya.
Kemarin saya sudah mengantar
Ransy ke pertunangan Dendy. Kemarin Dendy terlihat bahagia. Bahagianya itu yang
membuatnya terlihat cantik. Bukan cantik karna bahagia. Naas, di sampingnya
sudah berdiri Fian yang sebentar lagi resmi meminangnya.
Hari ini saya harus mengantar Ransy,
lagi. Entah saya lebih pantas disebut teman atau supir. Rencananya hari ini
Ransy dan beberapa teman kelasnya berencana mengadakan pengajian di salah satu
panti asuhan, sekalian berbagi rezeki katanya.
Manusia memang ditakdirkan untuk
membantu manusia lainnya. Ia hadir bukan semerta-merta mengisi dunia dan
membuat kekacauan, manusia satu dan manusia lainnya harus saling memberi
manfaat. Hari ini saya membantu Ransy, bukan karna pemintaan Ransy sebagai
teman dekat saya, tapi karna saya manusia.
“Hai, good afternoon. Makasih yah udah mau anter gue”
“Sejak kapan kamu jadi sopan begini?”
“Oh ya Le, kalau gue bikin lu risi, lu bisa kok jauh-jauh dari gue” pinta gue dengan acuh. Jujur saja tidak terlalu peduli tentang bagaimana jawaban Tole.
“Kalaupun iya, pasti saya gak akan bertahan di samping kamu kayak
sekarang” jelas Tole. Sudah sejauh ini, Ransy baru mengatakan itu. Kemana
saja ia selama ini?
“Iya juga sih, ah lagian udah tau gue pasti jawaban lu begitu. Yuk
berangkat” Ransy langsung menarik sabuk pengaman dan mengenakannya.
Lampu merah yang menyala membuat
mobil berhenti untuk beberapa menit. Seperti biasa di sekitar lampu merah pasti
ada peminta-minta, yang secara fisik terlihat sanggup untuk bekerja dan bukan
mengemis.
“Eh! Mau ngapain?” sambar Ransy saat saya membuka jendela.
“Mau ngasih ini” saya mengangkat selembar uang ke depan wajah
Ransy.
“Jangan! Mereka pake uang kamu buat beli lem. Lem yang mereka alih
fungsikan buat jadi semacam narkoba. Kamu emang gak liat diberita?”
Alasan panjang Ransy itu membuat
anak laki-laki sekitar 10 tahun beralih pada mobil di belakang.
“Niatnya kan memberi. Mau dipake buat apa, yang penting niat kita
ngasih supaya mereka bisa bertahan hidup. Buat makan. Buat sekolah. Ada jaminan
kalau praduga kamu itu benar?” balas saya.
"ckckck, pikiran anak idealis suka begini nih. Get real dong, Tole. That’s your choice”
Gue mengerti setiap kepala berisi
opini yang beragam. Bahkan hanya untuk sekedar memberi pun, alasannya
macam-macam. Gue menghargai alasan Tole dan gue gak berhak menghakimi atas
pilihan Tole untuk memberi. Hidup memang tentang mengerti dan memahami. Ah, tak
habis pikir jika dunia hanya berisi tentang memenangkan satu pikiran. Dunia
tidak seegois itu, tapi kadang dunia memang semengerikan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar