Minggu, 18 Juni 2017

TOLERANSY - Final Episode

TOLERANSY
Cerpen Bersambung Ramadhan

Episode Terakhir

Waktu terlalu cepat. Ia, benar. Bagi mereka yang sungguh-sungguh melewatinya. Semuanya sudah digariskan, harus bertemu Dendy, kemudian bertemu Ransy. Saya juga harus bertemu Dendy dulu, baru dengan terpaksa bertemu Ransy. Pertemuan kami memang tidak menyenangkan. Lewat luka saya bertemu Ransy, lewat teman yang dilukai gue bertemu Tole.

Bermodalkan saling mengerti, kami saling mengisi. Ransy membuat saya sedikit membuka mata, bahwa setiap manusia lahir dengan karakternya masing-masing. Saya gak bisa memaksa A untuk menjadi B atas alasan saya gak simpati dengan sikap A lantas memaksanya menjadi B.

“Biarin aja Le, justru yang begitu yang membuat dunia menjadi unik. Bukannya kita udah sepakat, untuk belajar mengerti dan memahami?”

“Kita sih sepakat, sayangnya orang lain gak mudah untuk seterbuka itu” gerutu Tole. “Andai semua orang ngerti kenapa toleransi penting. Gak ada tuh bully, gak ada tuh orang-orang yang hak suaranya terbelenggu, gak ada tuh orang-orang yang sibuk mendebatkan hal yang gak perlu, gak ada orang yang harus takut karna dikekang orang lain, gak ada tuh orang yang menahan karyanya karna terlalu takut dihujat publik dengan hal yang gak jelas dan gak berlasan. Ah”

Asap single americano Tole terus mengebul. Aromanya sangat manis, bahkan sebelum gue cicipi. Rasanya sedikit pilu melihat koper besar itu siap berangkat, karna otomatis pemiliknya pun ikut berangkat.

“Lu udah cukup mau mengerti orang di sekitar lu. Tapi gimana kalau orang lain gak mengerti tentang lu?”

Tole diam. Dahinya mengernyit tanda sedang berpikir.

“Ya sudah, mau diapakan lagi? toh saya gak bisa mengubah persepsi orang yang sudah jadi bagian dari tabiatnya. Tuhan gak tidur, tenang aja. Saya rasa walaupun kita beda, untuk hal itu kita sepaham Ren. Tuhan adil”

“Hahahaha” tawa gue hambar. 
“Tragis. Kenapa sulit ya untuk saling mengerti? bahwa setiap orang memang dilahirkan dengan karakter yang beragam. Daripada sibuk memaksa untuk menjadikan orang lain seperti yang kita mau, kenapa gak belajar untuk lebih mengerti dan memahami perbedaan? mau sampai kapan membuang energi untuk hal yang tidak perlu? Justru lewat beda kita banyak belajar” jelas gue untuk terakhir kalinya atas diskusi gue dan Tole yang terus berujung pada hal yang sama. 

Kenapa sih terus bicara masing-masing tanpa bersama memecahkan yang dibicarakan?

Gue berharap bisa bertemu banyak orang seperti Tole.
Saya berdoa semoga Tuhan mempertemukan saya dengan perempuan lainnya semacam Ransy.

Kami bangun dari kursi, menarik koper kami masing-masing. Sambil menggenggam passport, tangan kiri Tole merangkul pundak Ransy. Mungkin setelah ini sulit bagi mereka untuk bertemu. Keduanya mengantre pada baris yang berbeda lalu berbelok pada arah yang berbeda. Gate A3 dan Gate A5.

Lambaian tangan itu menandakan kisah mereka tertunda untuk beberapa waktu yang tak bisa ditentukan. Menjadi minoritas nantinya akan mendorong keduanya untuk semakin mengerti, toleransi memang dibutuhkan, ia menjadi indikator beberapa negara tumbuh dengan gemilang dan pesat.

Toleransi bukan ikut campur dan bukan pula tidak mau peduli, toleransi adalah mengerti dan memahami. Berdiri berdampingan di antara perbedaan untuk perdamaian. 

“See you soon, Tole”
“See you on top, Ransy”



Terimakasih banyak Gladiator
Insyaallah ketemu lagi ya Ramadhan tahun depan :)
*love sign*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar