Sabtu, 10 Desember 2011

cerpen :)


Pain in Valentain
Coba dipikir kembali, apa yang menjadi alasan logis seorang lelaki putih abu-abu berjalan bersama perempuan yang jelas jelas segerombolan remaja teman kekasih atau pacarnya. Dan ketika ditanya, jawabanya adalah “tadi itu have fun, gak ada maksud apapun” melihat kondisi tadi yang membuat si gadis merengut bahkan menggeleng kepalanya. Itu benar benar alasan irasional yang dibaut oleh seorang pelajar SMA.
Siang itu setelah bel pulang sekolah berbunyi. Kaki ku tergesa menuju pintu gerbang sekolah, ingin sekali rasanya keluar dari sekolah entah mengapa. Tugas hari itu betulah sangat berat dan berbeda dengan hari hari lainnya. Yang ada dipikiranku adalah kasur, televisi, dan ponsel yang aku tinggalkan di kamar ketika berangkat sekolah tadi pagi. Bola mataku melirik kanan kiri, berharap menemukan sesosok lelaki yang semenjak tadi pagi belum aku temui. Syukurlah aku mendapatinya. Tatapan matanya yang hangat membuatku enggan masuk kelas dan berharap bisa disampingnya. Lelaki itu sama sekali tidak menggubris pandanganku yang semenjak tadi memandangnya. Status yang dia dapati sekarang adalah berpacaran dengan ku, entah hanya sekedar status atau permainan atau bahkan sungguhan. Yang jelas aku tidak yakin dia akan menganggap ku lebih.
Aku berharap, namaku akan dia panggil. Satu…dua…tiga… Great! Dia sama sekali tidak melihat apalagi menyapa ku –aku melakukan hal yang sama- lebih baik segera pulang dan berhenti memandanginya. Aku bisa memandangnya jauh lebih dalam, menatap kaku hatinya dan senyumnya yang hangat.
Tanganku sudah terkepal, nampaknya membutuhkan tembok atau barang lainnya yang dapat ku hantam kapanpun ku mau. Arina menarik tanganku, mengajakku segera pulang. Pandanganku lurus, berpura tidak melihatnya yang padahal kelas ku berada tepat di depan kelasnya.
Aku membanting tubuhku ke sofa, badanku remuk. Ini hari terlelah yang aku rasakan, bahkan sepertinya hari ini aku jarang sekali tertawa seperti hari hari biasanya. Hari ini rasanya berbeda, ada sesuatu yang berkurang dan semoga bukan untuk menghilang atau pupus. Ponselku sama sekali tidak berdering, aku hanya berharap Reno segera menghubungiku setelah kejadian pulang sekolah tadi. Hingga pukul 3 sore, Reno sama sekali tidak mengabariku. Ponselku hampir mendarat di lantai karna kekuatan tanganku untuk melempar ponselku. Hingga terhempas di atas karpet bulu.
Kopi bisa menenangkan pikiranku. Café. Pikiranku tertuju disana. Aku berbaris di meja pemesan, tiba tiba seorang wanita menepuk pundakku dan dengan ramah menyapa namaku.
“Hai, Ara. Wah kamu disini? Tadi Reno lagi jalan, kok pisah pisah sih kalian?” celetuk wanita dengan rambut panjang rebonding.
“Re?No?” mulutku terbata mengucap nama kekasihku sendiri. “Dia disini? Ehmm.. kok aku gatau yah. Bahkan aku fikir dia sudah pulang semenjak jam pulang tadi loh” pikir ku positif.
“Ya ampun Ara, tadi aku jelas banget banget banget pacar kamu si Reno, dia lagi liat jadwal film XXI yang di play sore ini. Aku fikir dia mau pesen tiket terus nonton sama kamu. Tapi…” jelas Riva.
“Dia sama siapa Va? Tadi aku sms dia padahal, pas dia pulang sekolah aku langsung sms dia, dan dia sama sekali gak bales sms aku. Dan ternyata dia ada disini?” kagetku.
“Dia disini sama Fela. Positif ku tadi, kamu lagi di toilet. Ya jadi.. aku tidak berani berpikir ada something antara bela sama Reno. Duh Ra, jadi gaenak nih .. duh aku gatau Ra, duh akau ga maksud bikin kamu sedih atau apapun Ra” wajah Riva berubah menjadi cemas melihat mimik ku yang nampaknya kecewa bahkan hampir menangis. Perlahan aku menutup mata dan menarik nafasku dalam dalam. Jari jemariku menari diatas keypad ponselku. Aku mencoba menghubungi Reno segera.
“Ren… dimana?” nada suaranya ku mulai tinggi.
“Lagi di taxi , mau pulang.kenapa?” balas suara dari Reno.
“Oh” singkatku lalu mematikan telfon.
“Va, thanks banget ya. Aku mau pulang duluan deh. Buru buru” ramahku sambil tersenyum sendu.
“Gak jadi pesen Ra? Kita makan bareng ?” ajak Riva.
“Thanks Va, aku udah kenyang. Lain kali aja ya kita makan barengnya. Bye Va” aku melangkah keluar café.
 Seseorang tolong tahan air mataku, jangan sampai air mataku menetes disini. Sebelum air mataku menetes, sesegera mungkin aku keluar dari dalam café . Ini tempat umum, tidak selayaknya aku menangis disini.
Tanganku melambai, taxi berhenti tepat didepanku. Sambil menyanggah dahi ku dengan tangaku yang singgah di handle pintu taxi. Ku pasang headphone, lagu lagu random termainkan tanpa perintah dari ku. Sebisa dan sekuat mungkin aku harus bisa menahan air mataku. Gagal. Aku menangis.
Kenapa harus Fela? Lalu apa maksud Reno bilang sayang tepat di tanggal valentine kemarin kalau hanya sebuah permainan?
Aku merebahkan tubuhku dikasur. Di kepalaku mulai terbayang kata kata Riva barusan. Itu benar benar menyakitkan, sulit ditelan.
Ini benar benar menyakitkan mendengar orang yang seharusnya menjadi punya kita malah berada bersama orang lain yang jelas jelas sahabat dekat kita.
Aku mengirim sms pada Reno.
Me: Hei.. habis dari mana tadi?
Love R : Tadi habis dari XXI , liat jadwal film :D
Me: oh liat jadwal filmnya harus sama perempuan yah? Atau sd nya ga lulus jadi butuh pemandu buat baca judul filmnya?
Love R : duh tenang aja sih, jst have fun kok. Gada maksud lebih
Me: ..
Dan aku sama sekali tidak ingin membalas sms tidak logis yang ia berikan. Arina terus menghubunginya, puluhan smsnya memenuhi inbox ponselu, semuanya berisikan pesan yang sama jangan menangis dan ada dimana? Kalau aku bilang pada Arina, pasti dia akan ceramah panjang lebar dengan durasi berjam jam. Aku hempas ponselku ke atas kasur. Aku tenggelamkan kepalaku pada bantal.
Berkali kali ponselku bergetar.
Aku hanya ingin serius, valentain kemarin adalah hari kasih sayang terindah dimana dia mengucapkan cintanya untukku. Tapi mengapa harus berakhir secepat ini? Apa dia sama sekali tidak merasakan apa yang aku rasakan? Lalu siapa aku untuknya selama ini?
Jutaan pertanyaan menggerogoti pikiranku, dentuman jantungku bertambah cepat –aku harus menangis- menguras tenagaku. Aku beranikan membuka ponsel, apapun yang aku temukan di ponselku nanti adalah sebuah resiko yang pasti akan aku dapatkan.
Love R : banyak hal yang bikin kita gacocok, kamu sama aku beda pandangan banget.
        Me : aku tau pasti kamu mau sms ini
        Love R : maksud kamu gimana?
        Me : jadi?
        Love R : kayanya kita udah gacocok
        Me : oh baguslah, aku juga ngerasain hal sama kok. Ok! . sesungguhnya bukan hatiku yang ingin berkata seperti ini. Disini, dihatiku, terlalu sakit untuk menyaksikan kebohongan yang ia buat. Kesalahan yang ia buat, selalu dianggapnya sebagai hal yang benar.
            Love R : yakin?
Me : itu mau kamu kan? Aku gamau maksa orang yang ga            sayang aku buat sayang aku
Tuhan tidak mengatur rencana hidupku untuk bisa bersamanya. Aku akan terus mencari suatu hal berharga dalam hidup ini, lembah yang aku lewati , gunung yang aku daki , bukanlah suatu perkara yang besar untuk menghentikan langkahku mencari kehidupan bahagia, ditengah tengah suatu kejujuran.

End. 
thanks for read :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar