Gak lama dari research pribadi, Faris, ngajak produce film pendek. Faris ini memang udah gak asing sama kamera. Lalu gue percaya diri buat bilang IYA. Excited duluan anaknya.
Gue udah nulis dari SD, dari puisi, cerpen dan berani buat rilis novel pas kuliah. Faris kasih kesempatan yang mungkin gak dateng dua tiga empat kali. Nulis naskah.
Akhirnya gue ketemu Faris dan Oka. Faris ceritain gambaran besar ceritanya seperti apa dan langsung click sama research yang sudah gue lakukan sebelumnya. Tbh, justru gue merasa kecil. Merasa gak mampu. Gue gak punya pengalaman nulis naskah loh, gak tau sistem penulisannya gimana.
Jadi kalau magic words nya Faris sih waktu itu, pas gue emang ragu banget dan ngerasa gak bisa, adalah "Bisa kok, kamu bisa"
Di hari yang sama, di satu hari itu, gue memperluas gambaran besar cerita yang Faris kasih. Gue ketik naskahnya di depan Faris sama Oka, satu hari. Gue kasih alur dan sedikit drama.
Project ini tentunya gak bisa dikerjain bertiga, we need team and end up dengan kolaborasi bareng AProject (youtuber Cirebon). Project film pendek ini dimulai.
Oh anw, setelah reading, gue benerin beberapa jalan ceritanya, dicari cerita yang sekiranya simple, gak banyak pindah tempat dan sesuai sama budget juga. Kalau ditotal, shooting itu cuma 2 hari. Kita buat waktunya efisien buat menyelesaikan seluruh scene. Proses take itu gak bisa diburu-buru, jadi kita belajar buat menyampaikan cerita dengan detail. Lesson learned.
Terimakasih juga, karna selain nulis gue juga belajar direct film nya. Wohoo! Faris dan tim Aproject lebih familiar sama kamera, gue juga belajar buat mengintepretasikan tulisan ke dalam kamera itu harus seperti apa. Kalau biasanya sudut pandang gue kertas, sekarang sudut pandang gue adalah mata orang-orang yang melihat.
Here is the movie:
![]() |
https://www.youtube.com/watch?v=wRXvb3dGmkI |
Oh! sebelum rilis dan sesudah rilis, gue sempatkan untuk diskusi tentang skizofrenia dengan salah satu sahabat gue yang memang lagi ambil master psikologi. Gue dapat cerita kalau skizofrenia itu ada stagenya, macem-macem. Tergantung mau ceritain yang mana. Hal lain yang perlu gue garis bawahi adalah halusinasi dan delusi. Seperti apa skizofrenia ini merasa bahwa yang dia rasakan itu fakta. Padahal tidak.
Gue dapet materi yang luas. Seperti apa cara menyembuhkannya, seperti apa cara mendengarkan mereka. Karna kalau memang kita gak bisa menolong, setidaknya kita bisa mendengarkan mereka. Tapi sayangnya, faktor halusinasi juga perlu dipertimbangkan.
GIRL IN THE MIRROR, terpilih 2x di event movie screening Cirebon. Apresiasi film saat diputar juga bagus, bahkan ditunggu-tunggu (kata mc nya).
Pelik. Gue yang gak berilmu ini perlu banyak research, perlu banyak baca. Sampai akhirnya, pas isu suicide jadi marak, yang gue yakini sekarang adalah: Girl In The Mirror itu mentah. Gue hanya mengupas tidak sampai 10%.
Tapi gue harap sih sedikit pesannya sampai, untuk peduli sepenting itu kesehatan mental dan orang sekitar.
Semoga gue punya keberanian menulis lagi yaa, keberanian untuk kembali bercerita.
Terima Kasih kesempatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar